Bedah Berkas PTA Samarinda Sesi Kedua, PA Bontang : Metode Proporsional Sebagai Solusi Menentukan Nafkah Pasca Perceraian
Samarinda, Kamis (21/08) Masih dalam tema bedah berkas bersama seluruh satuan kerja di bawah wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Samarinda, diskusi hukum antara tenaga teknis pengadilan tingkat pertama masih berlanjut. Gelaran yang diselenggarakan pada media center PTA Samarinda tersebut saat ini memasuki sesi kedua, dengan pihak penyaji berkas adalah perwakilan dari kelompok kerja kedua, Pengadilan Agama (PA) Tenggarong.
Pola diskusi persis seperti sesi pertama, yaitu TIM PA Tenggarong diberikan kesempatan untuk memaparkan profil berkas perkaranya, kemudian disanggah oleh kelompok kerja satu, didiskusikan melalui metode tanya jawab antara kelompok kerja satu dan dua, dan disimpulakan oleh Hakim Tingkat Banding selaku pihak penyelenggara.
Kritik terhadap berkas dalam sesi ini diantaranya terkait perbedaan pandangan proses jawab-jinawab pasca mediasi utamanya Kesimpulan, perbedaan pandangan penyajian hasil mediasi/perdamaian, pencatutan ayat suci serta kompilasi hukum islam yang perlu diperbaiki, perbedaan pandangan Pasal 22 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 terkait kedudukan keluarga sebagai saksi, perubahan majelis hakim pada pembacaan putusan, ketidakseragaman pandangan hukum Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) dengan Putusan Ditolak, dan standarisasi penulisan produk hukum.
Sebagaimana diskusi pada bedah berkas sesi pertama, sesi kedua turut membahas hambatan pertimbangan hukum yang dihadapi tenaga teknis. Salah satu yang menarik adalah terkait penentuan besaran nafkah pasca perceraian. Dalam sesi ini, Ketua PA Bontang Nor Hasanuddin, Lc., M.A., memiliki pandangan hukum yang dirasa bijaksana mengatasi hambatan tersebut, yaitu penentuan nafkah melalui Metode Proporsional “sebagaimana pada zaman Rasulullah S.A.W, terdapat istishab fiqh terhadap penentuan nafkah, yaitu berdasarkan jumlah kepala dalam keluarga tersebut. Jadi nanti ditentukan berdasarkan jumlah penghasilan perbulan sesuai slip gaji berapa dibagi jumlah kepala dikali 12 bulan atau satu tahun. Adapun jika tidak diketahui penghasilannya, maka merujuk pada besara upah yang ditentukan oleh surat keputusan gubernur setempat” paparnya. Ketua PA Bontang juga merekomendasikan buku sumber yang relevan dengan metode tersebut sebagai dasar pertimbangan bagi praktisi hukum pengadilan agama.
Diakhir diskusi, dalam sesi Kesimpulan, Hakim Tinggi PTA Samarinda selaku narasumber mengapresiasi dan sepakat dengan yang disampaikan Ketua PA Bontang untuk besaran nafkah merujuk pada jumlah kepala dalam keluarga tersebut. Semoga dengan digelarnya diskusi ini wawasan hukum dan kemampuan administrasi tenaga teknis peradilan agama di wilayah hukum PTA Samarinda semakin kaya dan berdaya guna baik bagi lembaga peradilan agama maupun masyarakat wilayah hukumnya. (GRE)